Archive for 2015-03-15
Penilaian Baik & Buruk
PENGERTIAN BAIK
Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan
perasaan senang, atau bahagia (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara
positif).
PENGERTIAN BURUK
Segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan
dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Membicarakan baik dan buruk pada
perbuatan manusia maka penentuan dan karakternya baik dan buruk perbuatan
manusia dapat diukur melalui fitrah manusia. Menurut Poedja Wijatna berhubungan
dengan perkembangan pemikiran manusia dengan pandangan filsafat tentang manusia
( antropologi metafisika ) dan ini tergantung pula dari metafisika pada
umumnya.
Cara Penilaian Baik dan Buruk
Menurut Ajaran Agama, Adat Kebiasaan, Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme, Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme. Kriteria perbuatan baik atau buruk yang akan diuraikan dibawah ini sebatas berbagai aliran atau faham yang pernah dan terus berkembang sampai saat ini. Khusus penilaian perbuatan baik dan buruk menurut agama dan kebudayaan tidak akan dibahas disini.
1.
Paham Eudaemonisme
Prinsip pokok faham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal yaitu :
a. Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b. Kemauan
c. Prbuatan baik, dan
d. Pengetahuan batiniah
Prinsip pokok faham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal yaitu :
a. Kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan
b. Kemauan
c. Prbuatan baik, dan
d. Pengetahuan batiniah
2.
Aliran Positivisme
Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan.
Positivisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa filsafat hendaknya semata-mata berpangkal pada peristiwa yang positif, artinya peristiwa-peristiwa yang dialami manusia. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan.
3.
Aliran Naturalisme
Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta.
Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta.
4.
Aliran Idealisme
Sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Kode Etik & Profesi Jurnalistik
Pada prinsipnya jurnalistik merupakan
cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak
ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam
arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal
dari bahasa Latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa Inggris “Journal” yang berarti
catatan harian.
Jurnalistik dalam KBBI (2003:326)
adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan seorang yang bergelut di
bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut UU
Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I ketentuan
umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah
orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalis
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.
B. PENGERTIAN KODE ETIK
JURNALISTIK
Kode (Inggris: code, dan Latin: codex)
adalah buku undang-undang kumpula sandi dan kata yang disepakati dalam lalu
lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika
merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Menurut KBBI
etika mengandung arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dengan
demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga
norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban.
Kode Etik Jurnalistik
Kemerdekaan berpendapat,
berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang
dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana
masyarakat untuk memperolehinformasi dan
berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga
menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab.
Kode Etik jurnalistik ialah ikrar yang
bersumber pada hati nurani wartawam dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan
pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan
konstitusi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
Kemerdekaan mengeluarkan pikiran
ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib di
jungjung tingggi dan di hormati oleh semua pihak. sekalipun kemerdekaan
mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang di jamin konstitusi, mengingat
negara kesatuan republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap
wartawan wajib menegakan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya
untuk mengaluarkan pikiran.
Kode Etik
Pola aturan / tata cara, tanda,
pedoman dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan.
Kode Etik Profesi
Merupakan tata cara atau aturan yang
menjadi standar kegiatan dalam suatu profesi.
Kode Etik Profesi menggambarkan
nilai-nilai profesionalisme suatu profesi yang digambarkan dalam standar
perilaku anggotanya.
C. TANGGUNG JAWAB WARTAWAN
Kode etik jurnalistik
adalah acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik
jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu
koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang menjamin
terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tanggung
jawab
tugas atau kewajiban seorang wartawan
adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan member masyarakat
informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu
masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk
motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.
2. Kebebasan
Kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat adalah mili setiap anggota masyarakat (milik publik) dan
wartawan menjamin bahwa urusan public harus diselenggarakan secara public.
Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk
keuntungan pribadi atau kelompok.
3.
Independensi
Wartawan harus mencegah terjadinya
benturan kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh
menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa
melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran.
4. Kebenaran
Wartawan adalah mata, telinga dan
indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara
kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang
ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.
5. Tak
Memihak
Laporan berita dan opini harus secara
jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai
opini.
6. Adil dan
Fair
Wartawan harus menghormati hak-hak
orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabkan
kepada public bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh
sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab.
D. KODE ETIK JURNALISTIK
Kode etik jurnalistik adalah kode
etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh dewan pers. Kode
etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan
Indonesia). Kode etik tersebut adalah sebagai berikut.
KODE ETIK JURNALISTIK
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)
1. Jurnalis
menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis
senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam
peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis
memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk
menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis
hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis
tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis
menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis
menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the
record, dan embargo.
8. Jurnalis
segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis
menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan
seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari
kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras,
bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang
sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati
privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis tidak
menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan
seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan
posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan
menerima sogokan.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
15. Jurnalis tidak dibenarkan
menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran
nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap
campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di
atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan
dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
Posted by Meyndra Triaji Nugraha ( INDRA)
REVIEW - UU ITE Pasal yang Mengatur Etika & Profesi
Secara
umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai
informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law
on eSignature. Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku
bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum
dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
1.
pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal
5 & Pasal 6 UU ITE); 2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU
ITE); 3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal
13 & Pasal 14 UU ITE); dan 4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15
& Pasal 16 UU ITE).
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31);
Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain: 1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 2. akses ilegal (Pasal 30); 3. intersepsi ilegal (Pasal 31);
2.
gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 5. gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 6. penyalahgunaan alat
dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).
·
Pasal 27 ayat (1) : Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
·
Pasal 27 ayat (3) : Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
·
Pasal 28 ayat (2) : Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA).
·
Atas pelanggaran pasal-pasal
tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam
Pasal 45 ayat (1) dan (2).
·
Pasal 45 ayat (1) : Setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
·
Pasal 45 ayat (2) : Setiap orang
yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
3. Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang
disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk
oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan
para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan
Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah akademisnya
dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis
tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin
Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono),
sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana disahkan oleh DPR.
Posted by Meyndra Triaji Nugraha ( INDRA)